subscribe to RSS
Showing posts with label Ukhuwah. Show all posts
Showing posts with label Ukhuwah. Show all posts

When you're trying to correct someone, do it respectfully

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Tuesday, June 7, 2011
Share

Everyday, we are trying to better ourselves and assist others in doing so for the sake of Allah. But let me ask you all something:

If you were doing something wrong, and someone tried to correct you, but they did it disrespectfully, would you want to listen to them?

Would it matter if they had daleel (proof) of it? No, it wouldn’t. Why? Because all you hear from their mouths is disrespect.

You should always try to help people out, but please, be mindful that if you are trying to help anyone, be respectful! Allah loves those who are kind and just.

[17] Pertemuan, perkenalan dan perpisahan

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Monday, March 22, 2010
Share

Pertemuan, perkenalan dan perpisahan ialah salah satu lumrah hidup yang selalu kita lalui. Dengan keluarga, kekasih hati, sahabat, kawan-kawan dan mungkin juga dengan binatang perliharaan. Tetapi di sini, aku nak terangkan dibahagian sahabat dan kawan-kawan, kerana kemungkinan besar selepas ini, aku akan berpisah dengan sahabat dan kawan-kawan yang telah aku kenali selama 4 tahun di bandar Moscow ini.

Dulu, perpisahan adalah perkara yang tidak pernah aku risaukan, mungkin disebabkan tadika di Miri, sekolah rendah di Miri, sekolah menengah pun di Miri.. Tempat pertemuan, perkenalan dan perpisahan, semuanya di tempat kelahiran dan dimana aku dibesarkan. Siapa nak sedih selepas habis sekolah rendah/sekolah menengah?? Lepas ni, boleh jumpa lagi, rumah kawan2 pun kawasan Miri jer..

Habis jer SPM, aku dihantar ke Dengkil untuk Program PLKN dimana aku mula mengenal erti sebenar perpisahan. Banyak benda manis dan pahit untuk dikongsi, tetapi biarlah ia di ingatanku dan terus ditanam sebagai kenangan. Bebanyak kawan-kawan yang aku kenali, hanya Yusuf jer yang aku ingat, sebab dialah yang selalu berdamping dengan diri ini selama 3 bulan program tersebut, masalah-masalah dikongsi bersama. Tamat jer 3 bulan, diwaktu itu, terasa sebak dan sakit di dada, perasaan nya sama seperti diri ini ditinggal dengan kekasih hati dahulu, hati tetap tabah, namun tewas lalu menitiskan air mata secara tidak sengaja setelah mengucapkan selamat tinggal kepada kawan-kawan dan sahabat yang berkongsi cerita ditiap malam dan berkongsi denda sekiranya ditangkap bersalah oleh warden. Kenangan tersebut selalu di ingatan.

Selepas program PLKN, sampainya aku di bumi Miri dengan perasaan ingin berkenalan. Diri yang dahulu sudah berubah, sekarang diri ini tidak ingin memusuhi sesiapa, tetapi ingin berkenalan yang teramat sangat. Bulan 8 adalah bulan perpisahaan antara aku dengan keluargaku, kekasih hatiku dan kawan-kawanku di Miri, tetapi mulanya detik pertemuan dan perkenalan antara aku dengan kawan-kawan dan sahabat di bumi Moscow ini. Lagi-lagi dekat PLKN yang hanya 3 bulan itu pun byk benda yang berkongsi bersama, apatah lagi di Moscow ini yang telah aku diami selama 4 tahun? Terlampau banyak sehinggakan dari masalah percintaan, keluarga dan kewangan dikongsi dan hadapi bersama. Ada masa merungut ada masa membantu. Lumrah alam ini bagaikan putaran roda, sewaktu kita di atas, kita menolong org di bawah, maka sebaliknya sekiranya kita dibawah.

Siapa yang sangka dalam 4 tahun ini, Allah telah menentukan bahawa hidupku disini telah tamat tempoh nya, dan perlunya aku menyambungkan pelajaran di tempat lain? Ya Allah, ujian perpisahan ini amat perit bagiku ya Allah. Berikan lah aku semangat dan kekuatan untuk menjalani ujianMu ya Allah.

Tatapkanlah video yang tidak seberapa DI SINI. Moga dengan perpisahan ini lebih mengikatkan ikatan ukhwah kami, inshaAllah.


Blogger Templates

[16] Emptiness

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Saturday, March 20, 2010
Share

Assalamualaikum,

Everyone ever felt emptiness. Instead of happiness, sadness, madness, angry, irritated and there also an emptiness. No one never feel emptiness, sometimes because there were no one special beside you, sometimes because you got no friends, sometimes because you miss your parents too much, sometimes you forget there always emptiness inside you unless with the company of Allah.

---Emptiness---
(Ibn al-Qayyim al-Jawziyya)

Truly in the heart there is a void that can not be removed except with the company of Allah. And in it there is a sadness that can not be removed except with the happiness of knowing Allah and being true to Him. And in it thereis an emptiness that can not be filled except with love for Him and by turning to Him and always remembering Him And if a person were given all of the world and what is in it, it would not fill this emptiness.

_________________

If there's anything worse than feeling angry or saddened, it's feeling nothing at all.
it's like searching for something that isn't yet there.
like trying to divide from zero.
Improbable. No, impossible.

How I'd rather crave fate to spiral downwards then to stay static for so long.
They say the world is showing signs of aging; ending when time slows and grinds to a near-halt.
And yet I feel it won't move at all, like an unmovable rock.
Colour, sight, sound, has all become nothing but denotation, background, mise-en-scene.
Words become white noise without meaning.

_________________

Cherish Your Day

Every Day ...
Share a kind word with a friend.
Give away a smile.
Listen to what someone has to say.
Listen with your heart,
to what someone cannot say.
Forgive one person who has hurt you.
Forgive yourself for past mistakes.
Realize your imperfections.
Discover your possibilities.
Make a new friend.
Accept responsibility for everything you do.
Refuse responsibility for anyone else actions.
Dream one dream.
Watch the sunset.
Cherish what you have.
Cherish who you are.
Love your life.
Blogger Templates

Seni Menyemai Cinta

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on
Share

Seni Menyemai Cinta

Dalam dakwah dan juga kehidupan, manusia tidak lepas daripada berinteraksi dan setiap interaksi itu tentunya akan melahirkan sesuatu. Seorang daie di tuntut untuk memaksimakan interaksinya dengan orang lain supaya ianya berhasil untuk memacu dakwah di dalam masyarakat. Hadiah merupakan salah satu seni interaksi yang mampu melahirkan suatu impak yang luar biasa.

Dan terkadang, kita buntu bagaimana cara untuk kita mengenali dan mengetuk pintu hati seseorang? Memberi hadiah adalah satusatu daripada wasilahnya.

Dalam beberapa riwayat, Rasul sangat mendorong agar kaum Muslim saling memberi hadiah, bahkan meskipun hadiah itu secara tampak nilainya kecil. Beliau berkata, “…meski sebuah tungkai kambing.”

Manusia tewas dengan pemberian – Kerana adanya sifat ‘inginkan / meminta’

Kehidupan manusia tak pernah luput dari yang namanya keinginan ataupun meminta. Sedar atau tidak, kita memerlukan orang lain untuk memberi sesuatu yang kita perlukan. Begitulah kehidupan berputar.

Sejak lahir, seorang anak manusia meminta banyak dari ibunya. Mulai dari makanan, minuman, perlindungan, dan belaian kasih sayang. Ungkapan memintanya pun tidak mengenakkan: menangis. Itulah bahasa meminta pertama manusia.

Mungkin, inilah tabiat dasar manusia: selalu meminta. Mulai lahir, masa anak-anak, dewasa, dan akhirnya tua. Lagi-lagi, manusia meminta. Bahkan di akhir hayat pun tangis mengungkapkan bahasa asalnya ketika lahir: meminta. Manusia menangis kerana merasa tidak mampu mengurus dirinya sendiri, menjaga isteri, dan membiayai anak-anak. Ia menangis sebagai ungkapan meminta ke orang lain.

Memberi Hadiah – Mengukuhkan rasa cinta

Dalam satu hadith mursal, Imam Malik di dalam Al-Muwatha’ mengeluarkan hadis dari Atha’ ibn Abdillah al-Khurasani bahwa Rasul saw. juga pernah bersabda:

تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ، وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا، وَتَذْهَبْ الشَّحْنَاءُ

Saling berjabat tanganlah kalian, nescaya akan hilang rasa dengki; dan saling memberi hadiahlah kalian, nescaya kalian kalian akan saling mencintai dan akan lenyap rasa permusuhan (HR Malik).

Hadis Malik ini statusnya adalah hadis mursal, karena Atha’ ibn Abdillah al-Khurasani adalah seorang tâbi’în.

Hadiah, mampu menumbuhkan rasa cinta, apabila pemberi memberi dengan ikhlas hati kepada penerima. Dan penerima selalunya akan rasa terhutang budi kepada pemberi, langsung melapangkan dadanya menerima pemberi, membuang rasa benci dan menyemai kasih sayang.

Bahkan hadith lain mengatakan;

« تَهَادَوْا تَحَابُّوا »

“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai” (HR al-Bukhari, al-Baihaqi, Abu Ya’la)

Kisah generasi pertama

Itulah yang pernah terjadi di generasi para sahabat Rasul. Seorang sahabat Anshar pernah menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf. Bahkan, ia siap menceraikan salah seorang isterinya untuk kelak dinikahkan kepada Abdurrahman bin Auf.

Sepertinya si sahabat Anshar menangkap sesuatu yang kurang dari sahabatnya yang ‘terusir’ dari Madinah itu. Kasihan Abdurrahman, ia meninggalkan segala-galanya di Mekah demi menunaikan perintah Rasul untuk berhijrah. Begitulah mungkin yang sempat terpikir sahabat Anshar. Tanpa menunggu diminta, ia langsung menawarkan. Sayangnya, penawarannya yang tulus ditolak Abdurrahman. Sahabat Muhajirin ini tidak mahu menyusahkan tuan rumah. Ia cuma menanyakan tempat di pasar, agar dia boleh berdagang.

Khatimah

Pelbagai manfaat boleh kita peroleh daripada pemberian hadiah;

  1. Membina persepsi yang baik terhadap diri kita
  2. Merapatkan jurang hubungan
  3. Melaksanakan tanggungjawab sosial
  4. Menyemai benih iman dan mendidik berinfak di jalan Allah

Berilah hadiah, tidak kira sebesar manapun materialnuya, yang penting ianya datang dari hati yang penuh ikhlas.

Mudahan infak yang keluar dari poket seorang mukmin, menjadi seperti apa yang di umpamakan Allah iaitu, diumpamakan seperti benih. Dari benih itu menjadi pohon kebaikan yang tumbuh besar dan akhirnya berbuah.

Maha Benar Allah swt. dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah ayat 261, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Allah swt. berfirman, “…Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)

Blogger Templates

Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Friday, March 19, 2010
Share

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan satu kerperluan yang sangat penting bagi meneruskan kelangsungan hidup masyarakat. Oleh kerana itu kedua – dua hal ini harus ditegakkan di tengah masyarakat. Bahkan, dikalangan orang – orang yang berbuat mungkar, diantara mereka sendiri wajib saling melarang perbuatan mungkar.

Telah berkata para ulama’: “Wajib ke atas orang – orang yang biasa minum minuman keras untuk saling melarang sebahagian yang lain dari perbuatan mungkar, dari minum arak walaupun dia sendiri meminumnya, sehingga tidak terhimpun dua kemungkaran, iaitu berbuat mungkar dan berdiam diri atas perbuatan mungkar”

Aneh dan ajaib sekali!!! Tentu saja manusia tidak menerima perintah untuk berbuat ma’ruf kecuali jika si pemberi nasihat itu sendiri juga berbuat ma’ruf...

Wahai orang yang mengajar orang lain,

Tidakkah untuk dirimu sendiri pengajaran itu?

Mulailah dengan dirimu sendiri dan cegahlah dirimu dari kesesatannya,

Maka kalau engkau melakukan itu bijaksanalah engkau.

Janganlah engkau melarang sesuatu pekerti namun engkau pula berbuat seperti itu

Kehinaan atas dirimu kalau engkau berbuat,

Kehinaan yang besar!!!

44. mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab? Maka apakah kalian tidak berfikir? (Al Baqarah, 1:44)

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah jaminan untuk menjaga masyarakat dari mendapat laknat Allah.

š
78. telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

79. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (Al Maidah, 78 – 79)

Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah pelindung masyarakat dari laknat Allah, dan apakah laknat itu? Pengusiran dari rahmat Allah…

164. dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?" mereka menjawab: "Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggungjawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.(Al Araf: 164)

Penduduk ‘Ailah, penduduk Aqabah, iaitu dataran tinggi Aqabah di Jordan, dihujung Laut Merah, yang dikuasai bersama antara Jordan dan Israel??!!, serta Mesir. Di sana dulu hidup satu kaum dari bangsa Yahudi, di mana Allah melarang mereka menangkap ikan pada hari Sabtu. Lalu mereka membuat muslihat terhadap perintah Allah itu. Mereka datang ke pantai pada hari Jumaat petang dan membuat parit – parit untuk mengalirkan air laut ke dalam kolam – kolam, saat air laut surut dan air kembali ke laut, tinggallah ikan – ikan itu di kolam – kolam mereka. Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan, namun pada hari Ahad pagi, barulah mereka mengambil ikan – ikan tersebut.

Kerana tipu daya dan muslihat terhadap agama, maka mereka dilarang oleh sekelompok orang – orang beriman yang mengerti dan berfikiran waras.

165. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al Araf :165)

Terdapat manfaat dari amar ma’ruf nahi mungkar walaupun dalam pandangan anda ia adalah kecil. Apa menfaatnya? Agar ada alasan bagi kita untuk meminta ampun dari Allah. Kerana itu Saidina Umar ketika ditikam dengan pisau dan dipindahkan ke rumahnya, lalu masuk seorang pemuda Ansar untuk mengucapkan kata – kata yang baik (menghiburkan); maka ketika pemuda itu berjalan untuk pergi, Umar melihat pakaian pemuda itu telalu panjang, dalam keadaan berhadapan dengan sakaratul maut, Umar berkata, “Hai pemuda, pendekkanlah pakaianmu, kerana demikian itu akan lebih bersih buat pakaian mu dan lebih suci dihadapan Tuhanmu.” Umar tidak melupakan amar ma’ruf nahi mungkar pada detik – detik terakhir kehidupannya. Terhadap permasalahan apa? Hanya masalah pakaian yang terlalu panjang!

Maka, janganlah kalian menganggap remeh dan kecil sesuatu untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar.

"Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?" mereka menjawab: "Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggungjawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.(Al Araf: 164)

Kelompok ini....

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al Araf :165)


166. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina” (Al Araf:166)

Berkata Ikrimah:

Saya sangat disibukkan oleh urusan kelompok yang ketiga ini iaitu kelompok yang mengatakan, “Mengapakah kalian menasihati suatu kaum yang Allah akan membinasakan mereka dengan siksaan yang keras”. Maka saya bertanya kepada Ibnu Abbas “Apakah tindakan Allah terhadap kelompok ketiga ini?” Dia menjawab “Belumkah anda dengar firman Allah : Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al Araf :165) maka hukum orang yang berdiam diri terhadap kemungkaran sama dengan orang yang berbuat mungkar, Allah akan menyiksa mereka dengan siksa yang berat.”

Dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, kita haruslah menjaga dua perkara yang paling penting ini.

Yang pertama adalah IKHLAS! Pernahkah kalian mendengar kisah seorang abid yang melawan syaitan?

Di suatu desa ada sebatang pohon di mana orang – orang di desa itu suka meminta barakah kepada pohon tersebut dan mempersembahkan nazar kepadanya. Maka seorang abid mendatangi pokok itu dengan membawa kapak untuk menebangnya. Syaitan berkata kepadanya, “Hendak ke mana?” Si abid menjawab, “Saya hendak menebang pokok ini!” Syaitan berkata, “Anda nak tebang? Janganlah tebang pokok ini.” Abid berkeras sambil berkata, “Aku akan tebang juga.” Keduanya berkelahi dan syaitan itu tersungkur. Kemudian syaitan itu berkata kepada abid, “Apakah pendapat anda sekiranya kita membuat kesepakatan, anda biarkan pokok itu dan saya akan memberikan wang satu dinar yang akan saya letakkan dibawah bantal anda setiap hari. Dengan wang itu anda dapat bersedekah kepada fakir miskin dan dapat membantu mereka yang memerlukan. Tetapi, dengan syarat anda membiarkan pokok ini, jangan ditebang.” Abid menjawab, “Baiklah.”

Dan keesokan harinya abid mendapati ada satu dinar dibawah bantalnya, begitu juga hari yang kedua. Namun, pada hari ketiga, sudah tiada wang dibawah bantalnya lagi. Dengan perasaan marah si abid membawa kapak menuju untuk menebang pokok yang menjadi tempat pemujaan itu. Dia di sapa oleh syaitan. “Hendak kemana?” Abid menjawab, “Saya mahu menebang pokok ini!” Syaitan berkata lagi, “Anda tak mungkin mampu menebangnya.” Mereka berkelahi dan kali ini abid ditangkap dan dijatuhkan oleh syaitan. Syaitan berkata, “Pada mulanya anda hendak menebang pokok ini lillahiTaala, dan sekarang anda akan menebangnya untuk keuntungan diri sendiri, maka sekarang saya lebih kuat dari anda!

Maka, IKHLAS lah, lillahiTaala. Semua amalan wajib didasari dengan lillahiTaala.

Yang kedua,menyeru yang ma’ruf dengan ma’ruf. Mereka yang hendak menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar haruslah mengerti tentang ma’ruf yang akan diperintahkannya, wajib mengerti hukum syara’, wajib menelaah perbezaan pendapat para fuqaha tentang sesuatu masalah, dan tidak boleh anda menentang seseorang yang mengikuti seorang ahli fiqih yang berbeza pendapat dengan ahli fiqih yang anda ikuti; ini telah disepakati oleh Ummat Islam seluruhnya dalam masalah apapun.

Contohnya, anda melihat seorang yang makan atau minum sambil berdiri lalu anda katakan, “Duduklah!! Duduklah!!”, kemudian anda berteriak kepadanya, “Kalau anda seorang Muslim wajib anda memuntahkannya sebab Rasulullah s.a.w. pernah bersabda(yang bermaksud):

“Barang siapa minum sambil berdiri maka hendaklah dimuntahkan!”

Wahai saudaraku, mari kita pelajari apakah makna hadith itu. Apakah minum sambil berdiri itu hukumnya haram? Apakah ia makhruh tahrim? Paling berat hukumnya adaah makhruh tanzih, sebagaimana kata Ibn hajar dalam Al – Fath; “Makhruh tanzih”, bahkan Ali bin Abu Talib minum didepan pintu Ar Rahbah di Kufah sambil berdiri seraya berkata: “Sesungguhnya manusia menghindari minum berdiri, sedangkan saya melihat Rasulullah s.a.w. minum sambil berdiri, dan saya mengambil petunjuk pada petunjuk baginda.”

Maka, janganlah langsung anda menentang sehinggalah anda mengerti tentang perbuatan ma’ruf yang anda perintahkan itu. Telitilah bagaimana pendapat orang – orang dan janganlah anda seperti kisah orang Kurdi. Seorang Kurdi bertemu dengan seorang Nasrani di jalanan. Orang Kurdi itu berkata, “Marilah masuk Islam!” Orang Nasrani itu menjawab, “Baiklah, mari kita berbincang.” Orang Kurdi itu berkata lagi, “Marilah masuk Islam, jika tidak aku bunuh engkau!” orang Nasrani tadi menjawab, “Baik, mari kita ke rumahku untuk berbicang.” Orang Kurdi itu berkata lagi, “Mariah masuk Islam, jika tidak aku bunuh engkau!” Orang Nasrani itu berkata, “Baik! Saya mahu masuk Islam. Apa yang harus saya lakukan?” Orang Kurdi itu menjawab, “Demi Allah, saya tidak tahu!” MasyaAllah, sesungguhnya dia tidak mengerti!

Maka orang yang menyeru kepada ma’ruf, wajib mengerti betul tentang ma’ruf. Dan wajib menyuruh perbuatan ma’ruf dengan cara yang ma’ruf. Hendaklah anda menyuruh perbuatan ma’ruf dengan cara yang ma’ruf, dengan hikmah (bijaksana), bukan dengan kasar dan keras, kerana orang yang berbuat mungkar itu adalah orang sakit dan anda adalah doktornya. Maka anda perlu mengubatinya dengan cara yang terbaik, dengan bijaksana dan kasih sayang, membuatnya merasakan kecintaan.

125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An Nahl : 125)

Tuhan berfirman kepada Rasulullah s.a.w.(yang bermaksud)

59. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159)

Pada suatu waktu datanglah seorang lelaki kepada Harun Ar Rashid dan berkata, “Sesungguhnya saya hendak menasihatimu, tetapi dengan kata – kata kasar maka bersabarlah terhadap saya!” Beliau menjawab, “Saya tidak mahu, sungguh Allah telah mengutuskan orang yang lebih baik daripadamu kepada orang yang lebih buruk daripadaku. Dia mengutuskan Musa yang lebih baik daripadamu kepada Firaun yang lebih buruk daripadaku, sedang Allah berfirman kepada Musa;

44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".(Thaha : 44)

Bukankah petandanya selalu ada pada wajah manusia? Mengapa? Kerana anda adalah orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar. Manusia tidak mengkehendaki anda, tidak menghendaki kebijaksanaan anda, tidak menghendaki kebaikan dan tidak pula keburukan anda. Dan benar, demi Allah, anda senang sekiranya meihat senyuman dari wajah mereka. Maka sifat yang seharusnya disandang oleh orang – orang yang beriman adalah:

“Rendah hati terhadap orang – orang beriman, tegas terhadap orang – orang kafir” (Al Maidah : 54)

“Keras terhadap orang – orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al Fath : 29)



(Daripada syarah zilal at-Taubah, Dr Abdullah Azzam)

Blogger Templates

Perspektif Al-Fahmu Yang Diinginkan Atas Setiap Ikhwah

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Wednesday, March 17, 2010
Share


Dalam Rukun Bai’at yang sepuluh imam Syahid Hasan Al-Banna meletakkan rukum Al-Fahmu pada urutan pertama dan menjadi penunjang akan esensi yang harus dilakukan oleh seorang ikhwah, jika al-fahmu dapat dikuasai maka nescaya seorang ikhwah tidak akan sulit memahami Islam secara kaffah seperti yang difahami oleh gerakan Ikhwanul Muslimin, dan memahami apa yang seharusnya dilakuakan oleh seorang ikhwah dalam berbagai langkah dan kehidupannya bersama gerakan Ikhwanul Muslimin.

Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Imam Syahid Hasan Al Banna mendahulukan pemahaman dalam Arkanul Bai’ah ini. Ustadz Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa urutan yang dibuat oleh Imam Syahid Hasan Al Banna sudah tepat. Kerana beliau tahu betul skala prioriti, mendahulukan apa yang harus didahulukan.

Skala prioriti dalam memperjuangkan Islam haruslah diperhatikan. Hal ini jelas, yang hampir tidak seorangpun diantara para pemikir dikalangan umat Islam yang memperselisihkannya. Dengan menentukan skala prioriti dalam melakukan kegiatan dakwah, tarbiyah, gerakan dan penataan ini yang keseluruhannya adalah merupakan unsur utama bagi setiap usaha penegakan Islam. Atau penghidupan kembali manhaj Islam dalam diri manusia, akan terwujudlah kebangkitan dan kebangunan di seluruh wilayah Islam sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Beliau lalu menjelaskan fungsi pemahaman selaras dengan aksioma, pemikiran harus mendahului gerakan, gambaran yang benar merupakan pendahuluan dari perbuatan yang lurus. Kerana ilmu merupakan bukti keimanan dan jalan menuju kebenaran. Para ahli sufi juga membuat alur: ilmu akan membentuk sikap, sikap akan mendorong perbuatan. Sebagaimana pernyataan psikolog yang menyatakan ada alur antara pengetahuan, emosi dan perbuatan.

Prinsip Al Fahmu dengan 20 prinsipnya merupakan deklarasi bahwa Islam adalah penyelesaian. Kerana Islam adalah penyelesaian maka kaidah-kaidah yang ada dalam Al Fahmu ini akan menjadi kaidah dasar dalam melakukan segala aktiviti. Seperti halnya yang telah diterangkan pada prinsip pertama dalam rukun Al-Fahmu ini tentang Syumuliatul Islam:

“Islam adalah sistem yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih”

Prinsip pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa aktiviti kita sehari-hari bukan hanya aktiviti semata yang tidak berlandaskan pada Islam, setiap muslim harus menyaderi, mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam sesuai dengan kebesaran Islam itu sendiri. Sehingga semua permasalahan kehidupan baik yang yang pribadi dan yang lebih besar dari pada itu disandarkan pada tata aturan Islam.

Tidak ada pemisahan antara agama dan negara, seperti ungkapan ,” berikanlah hak negara kepada raja, dan berikanlah, hak agama kepada Tuhan.” Tidak akan pernah ada sekularisme dan liberalism dalam pemikiran dan aktiviti lainnya di muka bumi ini. Dan hal ini sepadan dengan firman Allah yang memerintahkan umat Islam untuk masuk ke dalam agama Islam secara kaffah.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah:208)

Pembahasan mengenai Rukun Al Fahmu dan 20 Prinsip ini sudah banyak sekali bertebaran di buku-buku yang ditulis oleh para pewaris Dakwah Imam Syahid Hasan Al Banna. Inti dari landasan Syar’i aktivitas berlandaskan Rukun Al Fahmu dapat kita ketahui diakhir rukun Al Fahmu ini Imam Syahid Hasan Al Banna menutupnya dengan kata-kata:

“Apabila saudaraku Muslim mengetahui agamanya dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, maka ia telah mengetahui makna dari Syi’arnya : Al Qur’an adalah undang-undang kami dan Rasul adalah Teladan kami. Artinya kerangka aktiviti hidup kita di dunia harus selalu berada dalam pedoman Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.

Urgensi Al-Fahmu

Al-Fahmu dalam diri setiap ikhwah adalah suatu keniscayaan, sebab ia dapat membantu keselamatan amal, baiknya penerapan dan memelihara pelakunya dari ketergelinciran.

Umar bin Abdul Azia berkata: “Barangsiapa yang beramal tanpa di dasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya”. [Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Al-Jauzi; 250]

Orang yang ikhlas beramal tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya mungkin dapat tersesat jauh. Rasulullah saw bersabda:

فقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد

“Satu orang faqih itu lebih berat bagi syetan daripada seribu ahli Ibadah” [At-Tirmidzi: 5/46. Nomor:2641]

Umar bin Al-Khattab juga berkata: “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu shalat malam dan berpuasa di waktu siang itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah”. [Jami' bayanil ilmi wal fadhlihi; Ibnu Abdul Barr: 1/26]

Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah memberi kecerahan pada wajah seseorang yang mendengar hadits dariku, lantas ia menghafalkannya hingga dapat menyampaikan kepada orang lain. sebab, terkadang seseorang membawa suatu pemahaman (ilmu) kepada orang yang lebih paham. Dan, terkadang orang yang membawa sebuah ilmu bukan ulama.” [Abu Daud: 3/321. No. 3660 dan At-Tirmidzi: 5/33. No. 2656]

Allah SWT melebihkan satu nabi yang lain kerana kedalaman pemahaman yang dianugrahkan kepadanya. Allah SWT berfirman: “Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”. (Al-Anbiya:79)

Ibnu Abbas dimuliakan meski masih muda usianya, melebihi kebanykan tokoh-tokoh senior lainnya, kerana pemahaman yang baik yang dikaruniakan Allah kepadanya. Sehingga, ia berhak menjadi anggota Majelis Syura Amirul Mukminin Umar bin Khattab saat itu.

Oleh kerana itu, wahai saudaraku, berusahalah memiliki pemahaman yang benar dan cermat. pemahaman yang mencapai dasar urusan dan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa meremehkan. Juga pemahaman yang jernih, murni, integral dan menyeluruh. Sebab, barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah pemahaman yang benar, maka ia telah mendapatkan karunia yang banyak, keutamaan yang besar terhindar dari ketergelinciran dan terjaga dari penyimpangan.

Ibnu Al-Qayyim berkata: “Benarnya pemahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan, hamba tidak dikarunia nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Dua nikmat itu merupakan dua kaki dan tulang punggung Islam. Dengan keduanya, hamba terhindar dari jalan-jalan orang-orang yang dimurkai (yaitu orang-orang yang buruk tujuannya), dan dari orang-orang yang sesat (yaitu orang-orang yang buruk pemahamannya), serta akan menjadi orang-orang yang diberi nikmat (yaitu orang-orang yang baik pemahaman dan tujuannya). Merekalah orang-orang yang terbimbing di jalan yang lurus, di mana kita semua diperintahkan memohon kepada Allah dalam setiap shalat agar dibimbing ke jalan mereka.

Benar pemahaman merupakan cahaya yang disemayamkan oleh Allah dalam hati hamba-Nya. Dengannya , ia dapat membezakan antara yang baik dan yang buruk; yang hak dan yang batil; petunjuk dan kesesatan penyimpangan dan kelurusan..” [A'alamul Muwaqqi'in; Ibnu Al-Qayyim: 1/187] (al-ikhwan.net/dakwah.info/at)



Blogger Templates

Keutamaan Ukhuwah Islamiyah

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Wednesday, March 3, 2010
Share

Di dalam buku keutamaan ukhuwwah, tulisan Alwi Al-Atas S.S. menyebutkan ada enam ke utamaan ukhuwwah Islamiyyah.

1. Dijaga Malaikat dan Dicintai Allah Swt

Orang yang selalu menjaga hubungan persudaraan akan dijaga dan dicintai Allah Swt dengan mengutus makaikat untuk menjaganya. Dalam sebuah hadist yang bersumber dari Abu Hurairah dikisahkan. “Sesungguhnya seorang laki-laki yang pergi mengunjungi saudaranya yang bermukim di suatu tempat (negeri), maka Allah mengirim malaikat untuk mengawalnya selama perjalanan. Setelah malaikat bertemu dengan orang tersebut maka malaikat tadi bertanya, ‘hendak kemana anda?’ Orang itu menjawab, ‘Aku hendak mengunjungi saudaraku di suatu negeri.’ Tanya malaikat, ‘Apakah anda mengharapkan suatu nikmat darinya?’ Jawab orang itu, ‘Tidak, aku tidak ada maksud selain mencintainya semata-mata karena Allah.’ Malaikat berkata, ‘Aku adalah utusan Allah kepadamu. Memberikan kabar kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana cintamu pada saudaramu itu.” (HR Muslim).

Oleh karena itu, menjaga hubungan persaudaraan Islam harus atas dasar keikhlasan, bukan atas dasar pamrih (mengharap sesuatu).

2. Merasakan Manisnya Iman

Orang-orang yang tidak memutuskan tali persaudaraan sesama muslim akan mendapatkan manisnya persaudaraan, diantara mereka saling mengunjungi, tolong-menolong, cinta dan mencintai dengan mengharap ridha dari Allah Swt. Begitu pula bila ia mencintai dan membenci seseorang karena Allah, termasuk di dalamnya mencintai orang-orang mukmin sebagaimana telah diperintahkan dalam Al qur’an dan Rasulnya. “Tiga perkara yang barang siapa pada dirinya terdapat tiga perkara tersebut, maka ia akan merasakan lezatnya iman, yaitu (1) jika ia mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari cintanya kepada yang lain, (2) merasa senang dan benci karena Allah, (3) lebih menyukai api yang menyala-nyala (siksa) daripada harus berbuat syirik kepada Allah.” (HR Muslim).

Cinta adalah sesuatu yang urgen sekali. Tidak satupun manusia yang tidak punya rasa cinta, rasa cintalah yang mempengaruhi manusia dalam bersikap dan bertindak cinta dunia misalnya, akan menjadikan seseorang mengarahkan semua potensi dan waktu dalam kehidupannya untuk memperoleh dunia. Adapun orang yang cinta Rasulullah Saw akan senantiasa menselaraskan kehidupannya dengan mengikuti Rasulullah Saw.

3. Diberi Naungan pada Hari Yang Tidak Ada Naungan

Seorang hamba yang beriman menjalin ukhuwwah Islamiyyah (saling mencintai) karena Allah dan jika berpisahpun ikhlas karena Allah, akan mendapatkan perlindungan pada hari yang tidak ada perlindungan baginya, kecuali Allah Swt dan amal kebaikannya. Didalam hadist Bukhari dan Muslim dijelaskan bahwa ada tujuh golongan kelak yang akan mendapat naungan dari Allah ketika tidak ada naungan lagi selain naungan Allah. Diantara ketujuh golongan tersebut ialah, “……. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula.”

4. Dimasukkan Ke Dalam Surga

Iman merupakan syarat bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga, sedangkan saling mencintai sesama mukmin juga merupakan syarat untuk masuk kedalamnya. Iman tidak akan sempurna tanpa ukhuwwah, dan ukhuwwah tidak akan ada artinya tanpa dilandasi keimanan, sesungguhnya bagian yang tidak dapat dipisahkan dari iman dan taqwa, taqwa tidak akan sempurna tanpa ada persaudaraan (ukhuwwah) dan persaudaraanpun tidak akan bermakna tanpa disertai ketaqwaan. Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Kamu tidak akan masuk kedalam surga hingga beriman dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai.” (HR Muslim).

5. Diselesaikan Perselisihannya Dan Dilanggengkan Persaudaraannya Di Akhirat

Bila pada hari kemudian manusia saling bermusuhan, maka orang-orang bertakwa pengecualian dari hal ini. Firman Allah Swt: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS Az-zumar: 67)

Dan firman Allah dalam Al Quran surat Al-Hijr ayat: 47. Sebagaimana firman-Nya: Allah menghapuskan dendam dari hati mereka dan menjadikan mereka merasa bersaudara, dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan diatas dipan-dipan. (QS Al Hijr: 47)

6. Mujahid dan Nabi Tertegun

Allah memberikan keistimewaan bagi orang-orang beriman yang tetap menjaga hubungan persaudaraan atas dasar ketakwaan, sehingga mujahid dan nabi tertegun. Dalam sebuah hadist yang bersumber dari Abu Hurairah r.a dijelaskan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya disekitar Arasy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya, yang diatasnya terdapat suatu kaum yang menggunakan pakaian cahaya. Wajah mereka bercahaya, mereka itu bukan Nabi juga bukan para syuhada, akan tetapi para Nabi dan syuhada tertegun pada mereka sehingga mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolong beritahu siapa gerangan mereka itu?’ Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling menjalin cinta kasih karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah semata.” (HR Nasa’i dalam Sunan Al Kubro)

Dan dari hadist riwayat Ahmad dan Hakim diceritakan bahwa Abu Idris al khaulani berkata pada Mu’adz bin Jabal, ’sesungguhnya aku mencintai anda karena Allah.” Maka Mu’adz berkata, “Sampaikanlah berita gembira dan bergembiralah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Suatu kelompok manusia kelak akan memperoleh kursi disekitar Arasy pada hari kiamat, wajah mereka bagaikan bulan purnama pada malam lailatul qadr waktu itu manusia tekejut sementara mereka tidak merasa terkejut, dan manusia takut sementara mereka tidak merasa takut. Mereka itu adalah Aulia Allah yang tidak pernah takut kepada musuh-musuh Allah dan tidak pernah merasa hawatir.” Kemudian aku bertanya (Mu’adz), ‘Siapakah mereka itu wahai Rasulullah? ‘Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berkasih sayang karena Allah.” (HR Ahmad dan Hakim)

Ukhuwwah (persaudaraan), saling mencinta mudah diucapkan, tapi yang sangat sulit adalah praktik dan aplikasinya dalam berbagai situasi dan kondisi kehidupan sehari-hari, tapi perlu disadari bahwa mewujudkan persaudaraan Islam dalam arti yang sebenarnya merupakan kewajiban setiap Muslim. (komik.dakwah.info/si)

Sisipan Tulisan oleh: Drs. H. Ahmad Yani

Blogger Templates

Companion in Islam

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Sunday, February 14, 2010
Share

________________


There are friends who remain true and trustful under all circumstances and there are friends who remain with you only desiring the good. Islam urges to have cordial relations with others and to avoid corruption and the harmful effects of the company of the wicked and the mischievous, strictly forbidding every kind of contact and intimacy with them. The first kind of friend are very few, and their friendship is like a mirror to you. In deed, we must be fair to our friends, and must want for them that which we want for ourselves.

Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wa Salam) said,"A true believer is a mirror to his brother. He prevents him from any harm."





Friends wish well for their friends, and feel a strong grief when they see them in any kind of distress or suffering. They work hard by all means, by their wealth and their hands to restore the rights of their friends, and give them all the help they need. They keep the secrets of their friends. This kind of friendship is the basic necessity of social life.

Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wa Salam) said,"A person follows the ways and conducts of his friends."

On the other hand, one encounters fools, avaricious, people cowards, and liars. The fool wants to help others, but cause more harm to them despite good intentions. The avaricious one takes but does not give back to anyone. The coward flees at the smallest danger, abandoning everyone. And the liar does not benefit others, brings animosity and resentment, and causes serious damage to others. Also, the liar is not trusted even if he/she is telling the truth.

It is reported,"As for a liar, life with him can never be pleasant for you. He carries tales from you to others and from others to you. If he gives you a true report, a false one follows it. His reputation is slurred. So much so that when he says something true, nobody believes him. Due to the enmity which he entertains in his heart for people, he estranges them from one another and creates malice in their hearts. Be careful and do your duty to Allah."





These kinds of individuals might call themselves as your friends, but they do more ill-service to you as well as to the society and in the long run.

It is advised,"Avoid the company of the vicious, because your character would pick up their degenerate and deviant qualities without your knowing it." The Glorious Qur'an says,"O woe is me! Would that I had not taken such a one as my friend." 25:28

There are many characterizes of true friends: their heart and face should be alike, they should be honest with their friends and show them both the good and the bad side: wealth and children should not change them; they should help whenever able to do so, and they should not leave their friends during difficulties.

To choose a friend, one must assess his real worth. One must bear in mind that temperaments and personalities are associated with one, relationships with others.





Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wa Salam) said,"Every Muslim should try to select the best companion for the life span. A companion could be a friend from the same gender. If the companion is to be from the other gender, then that companion should be a spouse to live together within the confines of rules and regulations."

Our beloved Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wasalam) encouraged us to select a good friend with whom to share our feelings. He said,"Don't take a companion unless he is a believer; and don't let your food be eaten except by a godly person."
Also, one must take a friend for who he or she is as an individual, and not force them to conform with one's warp and ideas, so long as everything remains within the boundaries of Islam.

Muslims are advised by the Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wasalam) to select a good friend to associate with, and to have him as a social companion in life. By selecting a good companion, to be a friend, a Muslim enriches his/her life.





Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wasalam) said,"The similitude of a good companion is like an owner of musk; if you don't get anything, you will get the smell of it. The similitude of a bad companion is like the blacksmith's bellows; if you are not affected by its black dirt, you will be touched by its smoke."
Islam approves associating with individuals who have violated moral and social laws for the purpose of helping them through beneficial guidance. Friends of the right path father and discuss what is beneficial, but not vain. Friends love the souls and smells of their friends. Friends sympathies with their friends and they comfort each other. Friends exert each other toward piety and righteous deeds.

Rasulullah (Sallallahu Alayhi Waalihi Wa Salam) said,"Fear Allah and help each other for the sake of Allah. Have mercy upon each other. Visit each other and remember our matter and keep it alive."

However, one who keeps company for the sake of helping a friend, would have fulfilled the rights of companionship in the worthiest manner.

It is reported,"When someone observes a friend taking a wrong and sinful course and, while possessing the capacity to restrain him, does not do so out of indifference, he has actually betrayed his friend."

Today, in this world of ignorance and personal desires, there are few who keep their friendship. Hence, everyone should be careful in choosing friends, and study the character of those with whom they wish to develop terms of friendship.

Blogger Templates