Muhajir Ummu Qais

Posted by Mohammad Afieq ibn Ismail on Wednesday, March 10, 2010 | 1 comments

Petikan diambil dari Muslim Teenagers


Penjelasan ke-6 dari Hadits “ إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Apakah yang dimaksud dengan “Muhajir Ummu Qais?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita lihat lafadz “ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ” di dalam hadits yang artinya “Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.

Siapakah Ummu Qais?

Imam An Nawawi rohimahullohu menyebutkan:

“Para ulama menukil bahwa seseorang hijrah dari Makkah ke Madinah. Ia tidak menghendaki, dengan hijrahnya itu, keutamaan berhijrah. Ia hanyalah berhijrah supaya bisa menikah dengan seorang wanita yang bernama Ummu Qais, sehingga ia dijuluki dengan Muhajir Ummi Qais (orang yang berhijrah demi Ummu Qais). Jika ditanyakan, Nikah termasuk tuntutan syari’ah, lantas mengapa ia masuk tuntutan dunia? Ada yang menjawab, Secara zhahirnya ia tidak keluar untuk berhijrah, ketika ia menyembunyikan sesuatu yang menyelisihi zhahirnya, maka ia layak mendapat celaan. Umpamakan dengan hal itu, orang yang keluar secara zhahirnya untuk menunaikan haji dan niatnya berdagang. Demikian pula orang yang keluar untuk menuntut ilmu, jika meniatkannya untuk mendapatkan jabatan atau kekuasaan.

Sabdanya, “maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” mengandung konsekuensi bahwa tidak ada pahala bagi orang yang haji dengan niat berdagang dan ziarah. Hadits ini mesti dibawa pada pemahaman jika penggerak dan motivasi hajinya hanya berdagang. Jika motivasinya haji, maka ia mendapatkan pahala sedangkan berdagang mengikuti haji tersebut. Hanya saja pahalanya berkurang, berbeda dengan orang yang pergi hanya untuk haji. Jika motivasinya adalah keduanya, ia masih memungkinkan mendapatkan pahala, karena hijrahnya tidak murni karena dunia. Sementara penyimpangannya diberi penilaian sendiri, karena ia mencampur adukkan amalan akhirat dengan amalan dunia. Tetapi hadits ini menetapkan hukum niat yang murni saja. Adapun orang yang meniatkan keduanya tidak bisa dibenarkan (penilaian) bahwa ia hanya berniat dunia saja.”

(Ad Durrah as-Salafiyah Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah).

Imam Ibnu Daqiqi al-‘Ied rohimahullohu berkata:

“Hadits ini muncul karena satu sebab, karena mereka menukil bahwa seseorang hijrah dari Makkah ke Madinah untuk menikahi seorang wanita yang disebut Ummu Qais. Ia tidak menginginkan, dengan hal itu, keutamaan hijrah, sehingga ia disebut Muhajir Ummu Qais (orang yang hijrah demi Ummu Qais).”

(Ad Durrah as-Salafiyah Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah).

Jadi dari perkataan Imam An Nawawi dan Ibnu Daqiqi al-Ied bisa kita tarik satu kesimpulan yakni yang dinamakan Ummu Qais adalah seorang wanita yang diidamkan oleh seseorang yang tinggal di Makkah. Orang itu ikut hijrah dari Makkah menuju Madinah akan tetapi ia meniatkannya untuk menikah dengan Ummu Qais.

Namun hal pokok yang paling penting dari “Ummu Qais” ini adalah mengikhlaskan amal semata-mata hanya untuk meraih ridha Alloh semata. Amalan akhirat bila diniatkan hanya semata-mata untuk meraih kedudukan di dunia, maka ia akan mendapatkan apa yang ia niatkan itu yakni kedudukan dunia, tapi ia sama sekali tidak mendapatkan pahala. Seseorang menuntut ilmu, kita semua tahu bahwa menuntut ilmu itu termasuk ibadah namun orang ini menuntut ilmu dengan tujuan agar mudah memperoleh jabatan. Ia mendapatkan jabatan tersebut namun pahala dan keutamaan yang terkandung dari menuntut ilmu tersebut tidak ia dapatkan sama sekali alias sia-sia.

Begitu juga dengan orang yang Jihad. Jihad adalah amalan tertinggi dalam syari’at dan barangsiapa yang menunaikannya maka keutamaan besarlah yang ia dapatkan dan bila ia gugur (diwafatkan Alloh di dalam Jihadnya itu) maka ia mendapatkan mati syahid yang konsekuensinya adalah surga. Tetapi Jihad ini juga harus dengan niat yang lurus bukan untuk niat lain seperti ingin disebut pemberani atau yang semacamnya.

Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit rodhiyallohu ‘anhu, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berperang di jalan Alloh dan berniat mendapatkan tali ikat unta, maka ia akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”

(HR. Ahmad (Musnad Imam Ahmad, 5/315), ad-Darimi (2/654), an-Nasa’i (6/24)).

Maka dari itu, setiap amalan sudah seharusnya diniatkan semata-mata untuk meraih pahala dan keutamaan semata bukan untuk selain daripada itu. Allohu A’lam.



Blogger Templates